Kamis, 19 Oktober 2017

MAKALAH - Permasalahan Yang Dihadapi Oleh Pendidikan Luar Sekolah

Permasalahan Yang Dihadapi Oleh Pendidikan Luar Sekolah

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan hal terpenting yang harus didapatkan seseorang untuk mempersiapkan diri menuju masa depan menjadi lebih baik. Pendidikan memiliki peranan penting dalam program-program pembangunan, sehingga menentukan keberhasilan pembangunan.
 Kunci pembangunan masa mendatang bagi Indonesia adalah pendidikan. Sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam program pembangunan. Dengan adanya pendidikan nonformal ini diharapkan dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk memperoleh kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tertentu yang belum berkesempatan memperoleh pendidikan di formal (sekolah) yang karena mereka putus sekolah karena masalah ekonomi, usia ataupun faktor-faktor lain. Sehingga tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud karena adanya kerjasama antara semua pihak, termasuk masyarakat (peserta didik) dan pemerintah
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pendidikan nonformal ?
2.    Bagaimana sistem pendidikan nonformal di Indonesia ?
3.    Apa masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nonformal dan bagaimana solusi yang diberikan ?
C.    Tujuan
1.    Mengetahui pengertian tentang pendidikan nonformal
2.    Mengetahui sistem pendidikan nonfprmal di Indonesia   
3.    Dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nonformal


BAB II
PEMBAHASAN

a.    Pengertian Pendidikan nonformal
Pendidikan non formal menurut Philip H. Choombs ialah pendidikan luar sekolah yang dilembagakan. Pendidikan nonformal dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan nonformal, diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka medukung pendidikan sepanjang hayat.
            Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam hal ini, tenaga, pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai serta komponen-komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta atau peserta didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.  Pendidikan menurut Sardjan Kadir adalah suatu aktifitas pendidikan yang diatur diluar sistem pendidikan formal, baik yang berjalan tersendiri ataupun sebagai suatu bagian yang penting dalam aktifitas yang lebih luas yang ditunjukkan untuk melayani sasaran didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuanpendidikan.
            Ini merupakan proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesertaan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kurus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya, ini berarti bahwa keseluruhan program pendidikan nonformal mengarah kepada upaya dan kegiatan pengembangan kualitas manusia Indonesia agar memiliki pribadi, pekerjaan dan nilai-nilai kemasyarakatan yang terpuji, memiliki nalar, budi dan gerak yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, manusia yang mampu mengadakan hubungan baik dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan alam di sekitarnya.
Manusia Indonesia seutuhnya yang dikehendaki tiada lain adalah manusia yang mempunyai dinamika dalam keseimbangan dan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri agar tingkah lakunya selaras dan serasi dengan tuntutan masyarakatan sekitar yang semakin hari akan semakin tumbuh dan semakin berkembang.
b.    Pendidikan Nonformal di Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan agar didalam usaha memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah dan masyarakat segera menentukan sikap dan langkah-langkah kependidikan, untuk bisa memberikan kesempatan kepada setiap warga negara mendapat pengajaran. Terhitung sejak tahun 1954 usaha itu telah dilaksanakan, antara lain dengan membentuk sebuah Panitia Negara yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara untuk menyusun Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).
 Dari sini muncullah Undang-Undang Pendidikan Pengajaran no 4 tahum 1950 dan no 12 tahun 1954 disamping adanya Undang-Undang no 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tugas dan fungsi pendidikan nonformal sudah secara eksplisit dirumuskan secara tegas.
Philip Coombs bersama dengan Manzoor Achmed menegaskan bahwa dalam menyusun program kegiatan pendidikan nonformal 4 prinsip berikut perlu diperhatikan :
1.  Bahwa setiap program adalah untuk mengadakan pendekatan yang merata
2.  Bahwa program pendidikan nonformal perlu banyak memberikan latihan
3. Program pendidikan nonformal hendaknya dapat membantu warga belajar  untuk menolong diri mereka sendiri
4. Program pendidikan nonformal hendaknya merupakan kegiatan yang          berintegrasi dengan program pembangunan
Thus Harbison mengusulkan supaya program pendidikan nonformal itu mendasarkan pada prinsip-prinsip untuk :
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, ketrampilan dan           kesadaran untuk mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain
2. Menyiapkan generasi muda untuk memasuki lapangan kerja.
3. Menambah pengetahuan dan ketrampilan bagi orang yang sudah bekerja.
Di Indonesia, program pendidikan nonformal mendasarkan seluruh kegiatannya pada usaha untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang sifatnya kemasyarakatan, termasuk latihan ketrampilan dan pemberantasan buta huruf, dikembangkan dan diperluas dengan mendayagunakan sarana dan prasarana yang makin ditingkatkan.
Dalam pendidikan nonformal perlu diselenggarakan untuk mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk mempercepat pembangunan , dan merupakan usaha untuk memperluas pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan pelaksanaan wajib belajar, peningkatan pendidikan teknik dan kejuruan.
Program pendidikan nonformal dalam bentuk pemberantasan buta aksara, buta huruf yang telah diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional( dahulu namanya Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan) sejak tahun 1950 dan banyak menghadapi kekecewaan, pada tahun 1979 diperbaiki dengan menerapkan cara baru yang disebut “KEJAR” singkatan dari istilah bekerja dan belajar untuk mengejar ketinggalan, karena KEJAR itu pada mulanya memang diperuntukkan bagi warga masyarakat yang sudah bekerja tetapi yang masih punya semangat untuk belajar demi peningkatan diri. KEJAR juga berarti kelompok belajar, karena minat warga masyarakat untuk masuk menjadi warga KEJAR ternyata tidak terbatas hanya bagi mereka yang telah bekerja dan masih punya minat untuk belajar, tetapi juga akhirnya diperuntukkan bagi anak usia sekolah yang karena tidak dapat mengikuti pendidikan disekolah masuk menjadi warga KEJAR.
Disamping program kejar paket A, sejak tahun 1980 juga digalakkan program lain yang dinamakan program Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang juga merupakan kelompok kecil beranggotakan 5-10 orang. Ini merupakan program pendidikan mata pencaharian, untuk mendidik dan melatih warga belajar agar mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan cara membuka usaha bersama secara kooperatif.
Sepuluh program pendidikan yang menyangkut aspek-aspek progam pembangunan :
1.         Penghayatan dan pengamalan pancasila
2.         Gotong-royong
3.         Makanan
4.         Pakaian
5.         Perumahan dan tata laksana rumah tangga
6.         Pendidikan dan ketrampilan
7.         Kesehatan
8.         Mengembangkan kehidupan berkoperasi
9.         Kelestarian lingkungan hidup
10.     Perencanaan sehat
            Peranan yang bisa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah  dalam hubungan ini hanyalah membina serta mengarahkan supaya kegiatan-kegiatan pendidikan semacam itu bisa tumbuh subur, karena banyak memberikan keuntungan pada masyarakat. Bentuk pembinaan dan pengarahan itu antara lain :
1.    Penyelenggaraan ujian (ujian persamaan,ujian kejuruan,dan sebagainya)
2.    Penyelenggaraan penataran bagi para sumber belajar
3.    Pemberian perijinan/legalisasi bagi para penyelenggara kursus
4.    Memberikan bimbingan dan motivasi demi peningkatan mutu pendidikan
5.    Memberikan bantuan bila hal itu diperlukan
Disamping yang sudah diketengahkan, ternyata Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional masih mempunyai program pendidikan luar sekolah dalam bentuk yang lain seperti :
1.    Program Karya Andalan Dikmas, mulai dari tingkat propinsi, kabupaten,    kecamatan sampai ke desa
2.    Program Lintas Sektoral seperti KBPD, PKK, P2WKSS,
3.    Keluarga Berencana, PKK Remaja, Karangtaruna dan sebagainya
4.    Menyelenggarakan berbagai macam perlombaan, seleksi dan pameran yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional telah menyelenggarakan program-program pendidikan nonformal. Program-program yang dimaksud misalnya :
1.    Departemen Pertanian dengan Program Penyuluhan Pertanian dan   Klompencapir
2.    Departemen Sosial dengan Program Karangtaruna, Rehabilitasi, Aneka Tuna
3.    Departemen Tenaga Kerja dengan Program  BLKI dan BLKK
4.    Departemen Kehakiman dan HAM dengan BISPA dan usaha-usaha pemasyarakatan
5.    Departemen Dalam Negeri dengan Program Pembinaan LKMD
6.    Departemen Perdagangan dengan Program Program Pembinaan Mayarakat Ekonomian lemah
7.    Departemen Agama dengan Program Pondok dan Pesantren, Penerangan   Undang-Undang Perkawinan dan BP3
8.    Departemen Kesehatan dengan Program Puskesmas dan UKS
9.    BKKBN dengan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan NKK
      10.PKBI dengan Program Sahabat Remaja (SAHAJA)
11.  Departemen Koperasi dengan Program BUUD dan KUD
12.  Perguruan Tinggi dengan Program PPL dan KKN alternatif, semua program tersebut diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal.
c.    Masalah-masalah yang dihadapi
Ternyata melaksanakan kegiatan program pendidikan nonformal tidaklah semudah yang dikatakan orang. Banyak kesulitan yang di hadapi, yang seringkali melibatkan terjadinya kegagalan ataupun kurang berhasilnya suatu program pendidikan luar sekolah, dan akhirnya muncul pula masalah-masalah baru di hadapan kita.
Masalah-masalah pendidikan luar sekolah yang kita hadapi adalah:
1.        Adanya kelemahan di dalam menentukan diagnosa perencanaan program. Ini bersumber pada kurang pandainya si perencana dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan apa yang sebenarnya di kehendaki oleh masyarakat, serta kurang bisa menggali, mengatur dan memanfatkan sumber potensial yang ada.
2.        Adanya program yang tidak konsepsional, asal dibuat dan asal dilaksanakan karena ada sumber dananya. Sudah barang tentu hal yang demikian ini akan merupakan suatu pemborosan.
3.        Adanya beberapa program kegiatan yang boleh di bilang sama, tetapi di laksanakan oleh beberapa pihak. Program semacam ini  tentu saja tidak efektif, tidak efesien karen abanyak menghabiskan waktu, menghabiskan uang dan tenaga, dan akhirnya justru merupakan kegiatan yang membosankan banyak orang.
4.        Kurang atau tidak adanya pengertian, kesadaran serta tanggung jawab terhadap program yang dilaksanakan, baik dari pihak pelaksana, para pejabat maupun masyarakat.
5.        Heterogenitas latar belakang pendidikan dan pengalaman para petugas di satu pihak dan warga belajar di lain pihak dapat menimbulkan perbedaan yang tajam, dalam hal ini nilai kecakapan dan ketrampilan yang dimilikinya.
6.        Karena banyaknya kebutuhan yang hendak dilayani, maka kurikulum yang disusun untuk memenuhi kebutuhan tersebut kerap kali tumbuh dan kurang terperinci.
7.        Kelemahan pada metode atau cara-cara pendekatan yang formal sehingga jarak antara sumber belajar dan warga belajar tetap jauh, hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil belajar.
8.        Sikap warga belajar yang kurang serius atau unen-unen jawa, “obor blarak” “hangat-hangat tai ayam”, hanya satu dua kali datang, sesudah itu menjadi bosan, dan akhirnya tidak pernah kelihatan lagi.
9.        Tidak adanya kemampuan warga belajar untuk berwiraswasta (meskipun semangat dan minatnya ada) sehingga apa yang diharapkan sesudah selesai mengikuti kegiatan program, akhirnya tetap hanya sebagai harapan saja.
10.    Keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana seta faktor penunjang kegiatan lainnya, boleh dibilang merupakan sandungan yang bisa memporakporandakan kegiatan suatu program.
11.    Kelemahan dalam hal koordinasi dan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait kurang baik.
12.    Cara-cara yang digunakan untuk mengadakan supervisi, monitoring dan evaluasi nampak masih kurang tepat, dalam arti kurang sistemik dan kurang metodis, sehingga sulit diketahui apakah suatu program itu berhasil ataukah tidak berhasil.
Permasalahan-permasalahan mengenai pendidikan ternyata banyak, bukan hanya satu atau dua masalah saja, seperti uraian yang telah dipaparkan diatas. Banyak masalah tersebut perlu ditindak lanjuti dan perlu kerjasama semua pihak dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Antara pemerintaha ataupun masyarakat. Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan bersama untuk membantu menyelesaikannya :
1.    program pasca melek aksara, yaitu program yang bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat. Program mata pencaharian, yaitu program yang diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan bekerja secara berkelompok melalui Kelompok Belajar Usaha, juga ada program peningkatan kualitas hidup, yang termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pendidikan ketrampilan hidup (life skills) yang diutamakan bagi mereka yang masih belum memiliki pekerjaan agar bisa membuka lapangan kerja secara mandiri.
2.    Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan memanfaatkan keberadaan kegiatan yang ada di kampung, seperti arisan PKK, posyandu dan majlis taklim.
3.    Pemberian Life Skill dan Semangat (Entrepreneur sikap kewirausahaan) terhadap permasalahan di masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah  dengan alokasi waktu yang relatif cukup dalam proses pembelajaran.
4.    Perlu diadakan diklat yang berkesinambungan dan sasaran yang tetap sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat terserap dengan baik dan dapat direalisasikan di SKB masing-masing untuk mendapatkan SDM yang baik (pendidik). Khususnya program ICT, kendala utama yang dihadapi selama ini adalah tidak adanya tenaga staf maupun pamong belajar yang memang adalah ahli komputer.
5.    Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini.
6.    Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP
7.    Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP)
8.    Program Pendidikan Orang tua (Parenting)
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus
9.    Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usahaMeningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Diatas adalah beberapa program yang dapat kita semua upayakan untuk membantu menyelesaikan masalah kependidikan di negara kita ini, Indonesia. Selain itu banyak lagi program yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi membantu menyelesaikannya. Yang terpenting adalah kerjasama semua pihak. 


BAB III
PENUTUP

a.        Kesimpulan
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitaspendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan.
Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
b.        Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
Daftar Puktaka

Sutarto, Joko. Pendidikan nonformal (konsep dasar, proses pembelajaran, dan pemberdayaan masyarakat : semarang, UNNES press, 2007
Nurhalim, Khomsun. Pendidikan Seumur Hidup. PLS FIP UNNES 2014
http://muslimplus.wordpress.com/perencanaan-pnf/



Monggo mampir di sluggard gallery :) dengan konten yang sangat bermanfaat


2 komentar:

Tugas | Fakta dan Esensi Sila Pancasila

Fakta dan Esensi Sila Pancasila Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu filsafat. Pengertian sistem fils...